Teori Belajar: Behavioristik, Kognitivistik, dan Humanistik


Secara sederhana, teori belajar adalah cara yang menggambarkan dimana seseorang melakukan proses belajar.

Teori belajar memiliki peranan yang sangat penting karena merupakan landasan atau dasar dari model, metode, teknik, dan strategi pembelajaran.

Maka dari itu, seorang calon guru atau guru haruslah mengetahui dan memahami teori belajar untuk menjadi acuan dalam praktik pembelajaran di sekolah.

Apa itu teori belajar?

Teori belajar adalah cara yang menggambarkan dimana seseorang melakukan proses belajar.

Menurut Ernest R. Hilgard mengemukakan tentang teori belajar sebagai kegiatan yang dilakukan secara sadar/sengaja dan menimbulkan perubahan atas keadaan yang sebelumnya. Umumnya setelah belajar, seseorang cenderung melakukan perubahan diri ke arah yang lebih baik.

Misalnya, seseorang belajar naik sepeda kemudian dia terjatuh terus menerus, namun lama-kelamaan dia menjadi bisa. Kegiatan tersebut dia lakukan secara sadar dan akhirnya dia menjadi lebih baik dari sebelumnya (ia menjadi bisa naik sepeda).

Kenapa harus belajar mengenai teori belajar? 

Karena Teori adalah dasar ilmu dari model pembelajaran, metode pembelajaran, teknik pembelajaran, strategi pembelajaran dan lain-lain.

Maka dari itu, kita perlu belajar mengenai teori pembelajaran agar dapat mengembangkan ilmu-ilmu dasar yang ada dalam teori belajar.

Beberapa Jenis Teori Belajar

1. Teori Behavioristik (Stimulus Respon)

Paflov mengemukakan bahwa teori ini adalah stimulus respon. Beliau menemukan  teori ini ketika dia menerapkan ke anjing peliharaannya.

Sejarah singkatnya begini...

‘”Suatu hari, paflov membunyikan bel untuk memanggil anjing peliharannya itu untuk makan, lalu sang anjing itu menunjukkan responnya dengan mengeluarkan air liur. Dia melakukan percobaan yang sama selama beberapa kali ke anjing peliharaannya itu, ternyata mendapat respon yang sama dari si anjing itu.

Di dapatlah kesimpulan bahwa kegiatan yang biasa dilakukan akan menjadi kebiasaan sehingga menimbulkan stimulus respon yang sama. Lalu dia coba menerapkan kegiatan yang menimbulkan stimulus respon kepada manusia tepatnya kepada siswa di dalam proses belajar.”

Dari sejarah munculnya teori behavioristik, di dapatlah sebuah kesimpulan bahwa stimulus utamanya adalah bel dan stimulus pendampingnya adalah makanan.

Hal ini dikarenakan ketika Paflov membunyikan belnya, anjing peliharaannya mengeluarkan air liur yang banyak karena mengetahui akan diberikan makanan. Sedangkan ketika Paflov memberi makanan tanpa membunyikan belnya, anjing peliharannya hanya sedikit mengeluarkan air liur, bahkan hampir tidak sama sekali.

Artinya, Pavlof mengetahui bahwa dengan stimulus suara bel, anjing peliharaannya akan merespon dengan mengeluarkan air liurnya.

Selain itu, setiap teori pembelajaran pasti memiliki pro dan kontra, begitu pun dengan teori behavioristik.

Teori behavioristik ini dinilai terlalu fokus kepada sang pengajar/pendidik/guru atau teacher center sehingga tidak membebaskan peserta didiknya untuk berkreasi dalam belajar. Adapun yang difokuskan pada teori behavioristik ini adalah hasil belajarnya/nilainya, tanpa melihat proses dari belajarnya.

Pada tahun 1935 ada seorang ahli yang bernama Githrie tertarik dengan teori Paflov. Dia menambahkan satu treatment yaitu hukuman.

Hukuman bertujuan untuk mengarah ke perubahan yang lebih baik. Dia menganggap bahwa hukuman itu memegang peranan penting dalam proses belajar.

Dalam prakteknya kepada siswa saat belajar, dia memberi tau dulu kepada siswanya dengan memberikan hukuman jika siswanya tidak berhasil mendapatkan nilai 80. Baginya, hukuman dalam hal belajar berguna untuk mengevaluasi hasil belajar siswa agar ke depannya menjadi lebih baik lagi.

Berbeda Githrie, Skinner memiliki pendapat berkebalikan yaitu  percaya bahwa hukuman sebagai penguat negatif (negativ reinforcement). Dia berpendapat bahwa hukuman dilakukan setelah terjadi stimulus respon.

Misalnya, siswa ada yang tidak mendapat nilai 80 saat ulangan harian maka dia diberi hukuman dengan cara belajar dengan gurunya secara privat selama seminggu setelah pulang sekolah selama 2 jam.

2. Teori Kognitivistik 

Menurut Piaget, ada beberapa tahap pada teori kognitivistik ini yaitu:
  • Tahap asimiliasi, yaitu penyatuan antara informasi baru yang di dapat ke struktur kognitif (pengetahuan) dengan pengetahuan yang ada. Misalnya, siswa belajar menulis saat dia sudah mengenal huruf-huruf atau sudah bisa membaca, karena di dalam otaknya sudah memiliki bekal atau gambaran yang akan di tulisnnya. 
  • Tahap akomodasi, yaitu proses penyesuaian struktur kognitif (pengetahuan)ke dalam situasi yang baru di hadapi oleh siswa. Misalnya, siswa baru dapat materi tentang menulis, dalam situasi itu siswa disuruh untuk mencoba menulis satu kalimat di papan tulis. 
  • Tahap equilibrasi,  proses menyeimbangkan pengetahuan yang didapat dari 2 proses asimilasi dan proses akomodasi tersebut.  Misalnya ketika siswa disuruh merangkum dari yang sudah dibacanya, artinya siswa tersebut menyesuaikan dari proses membaca dan menulis yang sebelumnya dia dapatkan di dalam proses asimilasi dan akomodasi itu. 
Pada teori kognitivistik ini ada beberapa keterampilan yang dapat diperoleh dari tahap-tahap tersebut di dalam proses belajarnya yaitu siswa bisa memahami, mengingat, mengolah informasi, problem solving (pemecahan masalah), analisis, prediksi, dan lainnya.

Dalam teori ini pula memfokuskan atau menekankan pada proses belajarnya bukan hasil belajarnya, yang mana kebalikan dari teori behavioristik.

Ada proses penguatannya yaitu menggunakan kembali untuk menegaskan materi yang sudah didapat oleh siswa. Gunanya untuk menghilangkan keraguan pada siswa saat belajar. Selain itu, bahasa yang mudah dipahami dapat memberi ruang pada siswa untuk berdiskusi.

3. Teori humanistik

Teori humanistik merupakan teori yang berhulu dan bermuara pada manusia. Artinya, teori ini memfokuskan kepada student center atau fokus pada siswa guna mengembangkan potensi yang dimiliki siswanya. Siswa diberi kebebasan berkreasi dalam belajar. Tokoh/ahli pada teori ini adalah Carl Rogers dan Abraham Maslow.

Adapun faktor yang mendukung terjadinya teori humanistik ini yaitu :
  • peran kognitif
  • peran seseorang tentang ilmu pengetahuan
  • peran afektif 
  • faktor mental 
Faktor mental yang membentuk satu individu humanistik dan diharapkan siswa dapat berinteraksi dengan full dan fokus atau biasa disebut juga student center.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url