Tari Kreasi, Tari Tradisional, dan Tari-tarian Khusus
Seni tari merupakan salah satu warisan kebudayaan Indonesia, yang harus dikembangkan dan dilestarikan selaras dengan masyarakat yang selalu mengalami perubahan.
Tari dalam artian yang sederhana adalah gerak yang indah dan lahir dari tubuh yang bergerak dan berirama.
John Martin, (Purnomo, 2013) mengemukakan bahwa substansi baku dari tari adalah gerak. Di samping itu, bahwa gerak adalah pengalaman fisik yang paling elementer dari kehidupan seorang manusia.
Tari Kreasi
Pengertian tari kreasi sangat beragam dan memunculkan berbagai pendapat para ahli. Bila ditinjau dari pola garapannya, tari dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu tari tradisi dan tari kreasi baru. Tari tradisi ialah suatu tarian yang mengalami perjalanan sejarah yang cukup lama secara turun temurun yang tidak mengalami perubahan.
Tari kreasi baru ialah ungkapan seni yang masih berpijak pada pola tradisi, tetapi merupakan garapan baru yang tidak berpijak pada standar yang ada (Soedarsono, 1978: 14 dalam Syefriani, 2019).
Menurut Anggraini (2016:131) dalam (Widiati, 2016) mengungkapkan bahwa tari kreasi adalah gaya tari yang lepas dari standar tari yang baku. Komposisi-komposisi tari tersebut perlu diwujudkan dengan keahlian merangkai gerak, mencocokkan pada iringan dirancang menurut penata tari sesuai situasi dan kondisi serta tetap memelihara nilai artistik.
Menurut Suwandi (2005:108) dalam (Prastya et al., 2017) mengemukakan bahwa tari kreasi adalah jenis tari yang koreografernya masih bertolak dari tari tradisional atau pengembangan pola-pola yang sudah ada.
Pendapat lain menjelaskan bahwa tarian kreasi adalah tarian daerah yang diinovasi atau dikembangkan mengikuti zaman yang sedang terjadi. Pada dasarnya manusia itu menyenangi sesuatu yang sifatnya baru, sehingga tari kreasi dapat diterima karena sesuai dengan perkembangan zaman.
Tari kreasi ini timbul karena adanya alam pikiran dan pandangan hidup manusia yang senantiasa mengalami perkembangan untuk meningkatkan budaya tari, supaya keindahan tari itu tidak hilang begitu saja dan tetap hidup sesuai dengan perkembangan zaman.
Banyak sekali contoh dari tari kreasi baru, misalnya Tari Ratoh Jaroe, Tari Bungong Jeumpa, Tari Poh Kipah yang semuanya berasal dari Aceh.
Tari Tradisional
Tari daerah atau tari tradisional adalah tari yang telah mengalam satuan perjalanan hidup yang cukup lama dan melampaui nilai-nilai masa lalu yang mempunyai hubungan ritual. Ditinjau dari nilai artistiknya, tari tradisional dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Tari Tradisional Rakyat
Sesuai dengan namanya, tari rakyat merupakan tari yang lahir, hidp, dan berkembang di kalangan masyarakat. Menurut Soedarsono (1992), tari rakyat disusun untuk kepentingan rakyat, dengan komposisi, iringan, tata pakaian, dan tata rias yang sederhana. Kesederhanaan ini, karena pementasan tari, mereka memang mementingkan keindahan yang tinggi.
Kehadiran sebuah tarian, lebih didasari oleh adanya dorongan kebutuhan rohani yang berhubungan dengan kepercayaan adat dan lainnya. dengan demikian, mereka mengadakan tari sebagai pelengkap kebutuhan dalam kehidupan sosial dan bukan semata-mata untuk mendapatkan hiburan saja.
Tari tradisional rakyat adalah jenis tarian yang tumbuh, hidup, dan berkembang pada masyarakat luar istana. Ciri khas tarian ini adalah mempunyai gerak tari yang sederhana dan spontan. Dalam arti, tidak mementingkan norma-norma keindahan, dan biasanya dipentaskan dalam bentuk tari kelompok.
Beberapa contoh tari tradisional rakyat seperti tari tayub, tari lengger, tari ketuk tilu, tari reog, dan lainnya.
2. Tari Tradisional Klasik
Soedarsono (1992) mengemukakan bahwa tari lasi hampir tidak bisa dilepaskan hubungannya dengan istana. Mengingat di tempat itulah pertunjukkan ini lahir dan berkembang sebagai suatu tarian yang telah sampai pada kristalisasi estetis yang tinggi.
Di masa lampau, hanya para bangsawan dan raja-raja yang dapat memberikan perhatian dan pemeliharaan sebaik-baiknya terhadap tari- tarian.
Lapisan masyarakat teratas, yaitu raja dan bangsawan, merupakan golongan yang mampu dalam kebutuhan materi. Sehingga, mereka mampu pula untuk menangani dan juga merawat tari-tarian sedemikian rupa yang membutuhkan biaya tidak sedikit untuk pemeliharaannya.
Istilah klasik, dalam bahasa latin yaitu classici yang berarti suatu golongan atau kelas tinggi, bagi masyarakat pada zaman Romawi Kuno.
Dengan demikian, tari tradisional klasik adalah jenis tari yang telah mengalami kristalisasi nilai artistik yang tinggi dan selalu berpola pada kaidah-kaidah (tradisi) ang telah ada serta tumbuh dan berkembang dalam lingkungan kaum bangsawan. Contoh dari tarian ini adalah tari topeng, tari wayang, tari bedaya, dan tari serimpi.
Tari-tarian Khusus (Keagamaan)
Tari-tarian khusus (keagamaan) adalah tari upacara yang berfungsi sebagai media sarana upacara ritual keagamaan yang dilakukan masyarakat melalui serangkaian upacara adat yang bertujuan melindungi masyarakat dari bencana, kejahatan, serta sebagai ungkapan rasa syukur dan permohonan agar maksud dan tujuan tercapai.
Tari keagamaan dipentaskan untuk melengkapi proses persembahyangan dalam agama Hindu, (Susila dan Sri Mulia Dewi, 2015:108).
Negara Indonesia memiliki beragam kebudayaan dari Sabang sampai Merauke. Berbagai jenis tari diciptakan oleh para seniman. Oleh karena itu, Indonesia kaya akan budaya. Contoh dari tari-tarian khusus (keagamaan) adalah tari kecak dan tari jangget.