Model Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD


1. Model Pembelajaran Kooperatif dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra

Ada beberapa variasi model pembelajaran kooperatif yang dapat dipilih dan diaplikasikan dalam pembelajaran kooperatif. Al-tabany (2017) menyebutkan walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, setidaknya terdapat empat pendekatan yang seharusmya menjadi bagian kumpulan strategi guru, yaitu Student Teams Achievement Division (STAD), Jigsaw, Teams Games Tournament (TGT) dan pendekatan struktural yang terdiri atas Think Pair Share (TPS) dan Numbered Head Together (NHT).

a. Student Teams Achievement Division (STAD)

Model Kooperatif variasi STAD yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menggunakan kelompok kecil dengan jumlah anggota 4-5 orang tiap kelompok yang heterogen. Anggota kelompok terdiri atas berbagai latar seperti tingkat prestasi, suku, jenis kelamin dan sebagainya. Guru memberikan materi, siswa bekerja dalam kelompok, kemudian siswa diberikan tes. Saat tes siswa tidak boleh saling membantu.

Contoh penerapannya: Pada pembelajaran bahasa yang menggunakan STAD, misalnya untuk materi menulis paragraf, guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang bersifat heterogen. Guru memberikan penjelasan mengenai definisi paragraf, syarat dan bentuk paragraf serta jenis paragraf beserta contohnya. Kemudian siswa diberi tugas yang dikerjakan dalam kelompoknya. Siswa yang lebih paham akan memberi penjelasan kepada yang belum paham. Pada tahap akhir, siswa akan mengerjakan kuis dari guru. Pada tahap ini siswa tidak boleh lagi bekerja sama.

b. Jigsaw

Model Pembelajaran Jigsaw yaitu pembelajaran kooperatif dengan langkah-langkah sebagai berikut. 

a. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok demgan jumlah anggota 5-6 orang. Materi pelajaran telah dibagi menjadi beberapa subbab. Setiap anggota mempelajari satu subbab.
 b. Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari subbab yang sama akan bertemu sesamanya dalam kelompok ahli untuk mendiskusikannya.
c. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompoknya untuk mengajar teman-temannya. Pada saat tes nanti, siswa tidak diperkenankan lagi bekerja sama. Untuk model ini, guru perlu menyiapkan bahan kuis, lembal kerja siswa, dan RPP. 

Ada dua tipe Jigsaw. Pada tipe kedua, seluruh siswa mendapat kesempatan yang sama untuk mempelajari materi secara keseluruhan sebelum belajar spesialisasinya untuk menjadi ahli. Pembagian kelompok juga sangat diatur secara detail oleh guru. Pertama-tama siswa dikelompokkan berdasar rangking (siswa tidak perlu tahu dasar pengelompokan ini). 25% kelompok sangat baik (rangking 1-5), kelompok berikutnya 25% kelompok baik (rangking 6-10) 25% berikutnya adalah kelompok sedang (rangking 11-15). 25% lagi terdiri atas kelompok rendah (rangking 16-20 dan seterusnya. Setelah itu nanti siswa tersebut dibagi menjadi beberapa grup yang isinya heterogen. Grup A misalnya akan terdiri atas yang terbaik 1 dari tiap kelompok rangking tadi. 

Contoh penerapannya: Dalam pembelajaran kooperatif terdapat model pembelajaran yang menggunakan pendekatan jigsaw. Prinsipnya adalah guru membagi bab menjadi sub-sub topik atau dari satuan besar ke satuan yang lebih kecil. Selanjutnya, guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Siswa dari masing-masing kelompok bertanggung jawab atas satu topik.

Langkah-langkah penerapannya :
1. Guru membagi bab menjadi sub-sub topik atau dari satuan besar ke satuan yang lebih kecil. Materi unsur intrinsik cerpen terdiri dari (tema, tokoh, latar, sudut pandang dan alur)
2. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Siswa dari masing-masing kelompok bertanggung jawab atas satu topik.
3. Anggota dalam kelompok ini akan keluar dari kelompoknya untuk berkumpul bersama anggota kelompok lain yang mendapat unsur sama dengannya dan belajar dengan kelompok ahli materi setiap sub topik.
4. Setelah belajar dalam kelompok ahli ini, mereka akan kembali ke kelompok semula untuk mengajarkan kepada teman-teman sekelompoknya.
5. Kelompok akan mempresentasikan hasil kelompoknya di depan kelas.

c. Teams Games Tournament (TGT)

merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit diterapkan. Model ini dikembangkan oleh Thelan. Menurut Saco dikutip oleh Rusman (2018) dalam TGT siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor. Permainan dapat berupa pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu berangka, prinsipnya semua siswa diharap dapat menyumbang point bagi timnya, maka soal sulit untuk anak pintar dan seterusnya. Kelompok beranggotakan 5-6 orang yang heterogen. 

Contoh penerapannya: Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan jumlah anggota 6 orang yang heterogen. Sebelum permainan, guru menyajikan materi misalnya tentang kalimat efektif. Setelah itu guru membagikan LKS yang berisi soal berupa kalimat-kalimat yang belum efektif untuk diperbaiki oleh siswa. Siswa bekerja dalam kelompoknya. Tahap selanjutnya berupa game atau turnamen. Game terdiri atas pertanyaan sederhana yang diberi nomor. Siswa memilih kartu bernomor untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor tersebut. Siswa yang jawabannya benar akan mendapat skor untuk ikut turnamen mingguan.

d. Pendekatan Struktural

Think Pair Share (TPS)

Think Pair Share adalah model pembelajaran kooperatif dengan strategi berpikir berpasangan berbagi. Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan Maryland. 

a. Langkah awal, guru mengajukan suatu pertanyaan, siswa menggunakan beberapa menit untuk memikirkannya.
b.Selanjutnya guru meminta siswa berpasangan untuk mendiskusikannya. Guru memberi waktu 4-5 menit untuk pasangan siswa tadi berdiskusi. 
c. Pada tahap akhir, guru meminta setiap pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas. Topik atau pembahasan apapun bisa diterapkan pada model ini.

Numbered Head Together (NHT)

a. Pertama-tama guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang, setiap anggota kelompok diberi nomor anggota. 
b. Selanjutnya guru mengajukan pertanyaan di kelas. Siswa menyatukan pendapatnya dan memastikan setiap anggota timnya mengetahui jawabannya. 
c. Lalu guru memanggil satu nomor siswa untuk memberikan jawaban atas pertanyaan untuk seluruh kelas (AlTabani, 2018).

Contoh penerapannya: Setelah kelas dibagi menjadi beberapa kelompok dan setiap anggota diberi nomor, guru mengajukan sebuah pertanyaan terkait materi, misalnya tentang pantun. Pertanyaan yang diberikan oleh guru misalnya terdiri atas apa sajakah unsur sebuah pantun? Siswa mendiskusikan di kelompoknya dan menyatukan pendapat mengenai unsur pantun. Tiap anggota dipastikan memahami dan mampu menjelaskan jawaban atas pertanyaan guru untuk seluruh kelas terkait unsur pantun sebelumnya. Guru akan memanggil nomor tertentu. Siswa dengan nomor tersebutlah yang akan menjawab.

2. Model Pembelajaran Berbasis Permainan

"Tahap perkembangan tingkah laku belajar siswa terutama siswa usia SD sangat dipengaruhi faktor dari dalam dirinya dan oleh lingkungan sekitarnya."(Rusman, 2018:250). Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan. Menurut Piaget setiap anak memiliki caranya sendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya. Penerapan metode konvensional yang menggunakan ceramah sebagai satu-satunya cara guru dalam menyampaikan materi dan melakukan aktivitas pembelajaran saat ini sudah dipandang sangat ketinggalan. 

Perkembangan zaman, kemajuan berbagai bidang kehidupan terutama di bidang teknologi turut memberi warna dan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan jiwa dan kepribadian anak. Hal tersebut selanjutnya mempengaruhi cara dan gaya belajar anak, serta bahkan gaya orang tua dalam hal mendidik dan memperlakukan anak-anaknya. Guru harus jeli melihat dan membaca situasi agar dapat memberikan dan membimbing anak dalam proses pembelajaran yang baik. Guru tidak boleh keliru memilih strategi ataupun model dalam pembelajaran. model pembelajaran yang tidak tepat akan sulit membuat anak terkesan. Ini akan membuat anak sulit mengembangkan kreativitasnya.

Permainan merupakan hal yang paling dekat dengan dunia anak-anak. Hampir tidak ada anak yang tidak menyukai permainan. Selain menyenangkan, permainan merupakan aktivitas yang sangat bermanfaat bagi anak. Permainan dapat melatih motorik anak. Selain itu, permainan juga dapat membantu meningkatkan daya konsentrasi anak. 

Ketika dilakukan dalam tim atau bersama teman yang lain, permainan juga dapat berguna untuk melatih anak bersosialisasi dengan orang lain di luar dirinya. Anak dapat belajar menghargai, menghormati, bertoleransi. 

Pada permainan tertentu yang menggunakan sistem perlombaan/persaingan, dengan sentuhan positif dan bimbingan para guru dan orang tua, anak juga dilatih untuk berjiwa sportif, berjiwa besar dan berdaya juang melalui permainan. Permainan memungkinkan anak mengembangkan kompetensi dan keterampilan yang diperlukannya dengan cara yang menyenangkan (Suryaningsih, dkk, 2016).

Ada beberapa model pembelajaran yang terkait dengan model pembelajaran berbasis permainan. Yang dibahas dalam buku ini seperti model pembelajaran bermain peran, model pembelajaran simulasi sosial.

a. Model pembelajaran bermain peran dan penerapannya dalam pembelajaran bahasa dan sastra

Dalam hidup ini setiap orang memainkan perannya. Setiap orang punya cara yang spesial dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Bermain peran dapat membantu siswa mengekspresikan perasaannya dengan lepas. Bermain peran dapat membuat siswa memahami dirinya sendiri dan orang lain.

"Bermain peran sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok." Uno, 2018:27).

Model pembelajaran bermain peran keberhasilannya bergantung pada kualitas permainan peran. Prosedur bermain peran yaitu melakukan pemanasan, memilih partisipan, menyiapkan pengamat, menyiapkan panggung, memainkan peran, diskusi dan evaluasi, memainkan peran ulang, diskusi dan evaluasi kedua, berbagi pengalaman dan simpulan. Model pembelajaran bermain peran dapat digunakan pada berbagai mata pelajaran. Terlebih pada pembelajaran bahasa.

Tahap evaluasi dilakukan terhadap banyak hal. Tidak hanya kemampuan siswa dalam bermain perannya tetapi juga terhadap apa yang dimainkan, tentang nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. 

Misalnya setelah memerankan naskah Malin Kundang anak durhaka, siswa dapat diajak berdiskusi bagaimana pendapat mereka tentang anak yang durhaka. Diskusi dapat diarahkan kepada analisis tentang bagaimana semestinya anak berperilaku terhadap orang tuanya. Guru juga dapat memilih kisah atau naskah lain yang relevan dengan perkembangan siswa sebagai peserta didik yang membutuhkan pembentukan karakter.

Model pembelajaran bermain peran juga menggunakan perlengkapan atau properti untuk menunjang jalannya alur cerita. Ini juga merupakan bagian yang menyenangkan bagi siswa. Sesekali ke sekolah menggunakan kostum yang tidak biasa, membuat mereka akan merasakan hal baru yang dapat menambah semangat belajar. Model pembelajaran yang satu ini juga dapat dikolaborasikan dengan model pembelajaran lainnya.

b. Model pembelajaran simulasi sosial

"Simulasi telah diterapkan dalam pendidikan lebih dari tiga puluh tahun. Pelopornya antara lain Sarene Boocock dan Harold Guetzkow. Meski tidak berasal dari disiplin ilmu pendidikan, model simulasi merupakan penerapan dari prinsip sibernetik-cabang pskilologi sibernetik."(Uno, 2018:28).

Aplikasi prinsip sibernetik dalam dunia pendidikan terlihat dari semakin banyaknya simulaor yang dikembangkan. Simulator merupakan alat untuk merepresentasikan realitas yang dapat dikendalikan.

Contoh simulasi yang ada di Indonesia dulu misalnya ada simulasi penghayatan nilai-nilai Pancasila. Contoh simulasi lainnya adalah permainan yang dirancang bagi konselor untuk membantu siswa dalam merencanakan karier. Termasuk juga permainan anak-anak monopoli.

Prosedur pembelajaran yang menggunakan model ini sangat bergantung pada peran guru sebagai fasilitator. Guru harus memegang empat hal penting, yaitu menjelaskan, mengawasi, melatih, dan berdiskusi (Uno,2018: 29). Guru harus dapat menjelaskan segala aturan dalam simulasi, termasuk konsekuensi-konsekuensinya. 

Simulasi didesain dengan tujuan dan aturan tertentu, untuk itu guru juga harus mengawasi jalannya simulasi. Guru juga harus memberikan petunjuk dan arahan untuk melatih siswa agar tidak melakukan kesalahan dalam simulasi. Kemudian guru mengajak siswa melakukan refleksi pada sesi diskusi kelas. Untuk pembelajaran bahasa, model pembelajaran simulasi dapat diterapkan pada saat pembelajaran tentang ejaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Model pembelajaran simulasi dapat diadopsi dan disesuaikan dengan keperluan.

3. Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Boud dan Feletti dalam Rusman (2018:230) menyebutkan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah inovasi yang paling signifikan dalam pendidikan.

a. Konsep Pembelajaran Berbasis Masalah

Pendidikan memiliki tanggung jawab dalam memenuhi tiga kemampuan utama yang dibutuhkan untuk menghadapi masa depan (Syariffudin, 2021). Siswa tidak cukup jika hanya dibekali ilmu pengetahuan atau kemampuan kognitif. Siswa juga perlu dibekali cara berpikir agar mereka dapat berpikir kritis, analitis dan kreatif. Pendidikan tidak hanya menyiapkan tetapi juga menciptakan masa depan.

Menurut Margeson, kurikulum pembelajaran berbasis masalah membantu meningkatkan perkembangan keterampilan belajar dalam pola pikir yang terbuka, reflektif dan kritis. Selanjutnya ini akan memfasilitasi siswa dalam hal memecahkan masalah, komunikasi, kerja dalam tim dan keterampilan interpersonal (Rusman, 2018:230). Guru hendaknya juga dapat memberikan keterampilan yang dapat digunakan siswa kelak ketika mereka sudah berada di tempat kerja. 

Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga siswa termotivasi untuk belajar (Marliana dan Suherteti, 2018:73). Guru yang berada dalam kelas yang menerapkan sistem pembelajaran berbasis masalah akan menghadirkan permasalahan-permasalahan atau persoalan-persoalan nyata kehadapan siswanya untuk dianalisis/didiskusikan.

Kelas yang menerapkan pembelajararan berbasis masalah akan membiasakan para siswa untuk bekerja dalam tim, saling bertukar pikiran untuk menganalisis dan mencarikan solusi persoalan yang terjadi dalam dunia nyata. 

Shulman dalam Rusman menyebut pendidikan merupakan proses yang dapat membantu orang mengembangkan kemampuan belajar dengan permasalahan dan problem-problem yang berguna. Untuk menghadapi dan mengantisipasi problem yang terjadi dalam dunia nyata, kehidupan yang realistis, siswa harus diberi pemahaman bahwa seluruh proses berpikir aktivitas mental terlibat di dalamnya. Ada kerja yang sistematis dalam otak; sistemik, analis general, divergen dalam siklus tertentu. Pembelajaran berbasis masalah akan membantu memperjelas dan mempertegas cara berpikir.

b. Ciri Khusus Pembelajaran Berbasis Masalah "Pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara alamiah" (Sanjaya dalam Al-Tabany, 2018). Berdasarkan hal ini ada tiga ciri utama pendekatan pembelajaran berbasis masalah, yaitu merupakan aktivitas pembelajaran, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah, pemecahan masalah dilakukan dengan pendekatan berpikir secara ilmiah.

Proses berpikir ilmiah dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya melalui tahapan-tahapan sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah berdasarkan data dan fakta yang jelas.

Guru dapat memilih bahan pembelajaran yang memuat unsur permasalahan dari berbagai sumber. Bisa dari buku teks, bisa juga dari sumber lain seperti hal-hal yang terjadi dalam masyarakat.

c. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra

Guru membagikan teks yang memuat dua pendapat yang berbeda terhadap sebuah persoalan yang sedang terjadi di masyarakat untuk dibahas dalam kelas. Pada kesempatan lain, guru membagikan link teks yang memuat problem atau persoalan yang sedang dibicarakan oleh masyarakat. Misalnya kedudukan bahasa Indonesia di antara bahasa asing dan bahasa daerah. Guru meminta siswa berpikir dan menganalisis secara sederhana Kemudian siswa diberi kesempatan mengemukakan pendapat masing-masing.

Contoh lain, guru mengajak siswa mengamati penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik sekolah baik lisan maupun tulisan ini akan sangat menarik ketika di bawa ke kelas untuk didiskusikan

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url